Pantai Selatan Garut part II (From Ranca Buaya to Santolo)

Jumat, 31 Desember 2010

Keindahan Pantai Ranca Buaya akan terus saya ingat dan berharap suatu saat saya bisa berkunjung kembali ke pantai ini tapi saya tidak bisa berlama-lama menikmatinya, karena perjalanan masih harus berlanjut ke pantai-pantai selanjutnya. Jam 11.30, kami putuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Santolo. Waktu setengah jam sudah saya rasa cukup buat menikmati pantai ini, giliran pantai berikutnya buat dinikmati. Mengingat waktu sudah siang dan semakin panas, kami harus pintar membagi waktu untuk pantai yang lain biar nanti pulangnya tidak kemaleman.  

Sampai di perempatan, kami belok kanan menuju Santolo melalui jalur selatan Jawa Barat. Kondisi jalannya lebar dan aspalnya masih lumayan bagus mungkin karena jarang dilewati. Tapi beberapa ruas jalan ada yang berlubang dan ada yang rusak tapi ga terlalu parah. Pemandangan sepanjang jalan juga gak bikin bosan, di kiri kita bisa melihat jajaran pegunungan sedangkan di sebelah kanan terlihat birunya lautan yang luas. Hijaunya tanaman padi juga bisa kita lihat. Beberapa ruas jalan terdapat tanjakan dan turunan, kita juga melewati beberapa buah jembatan yang merupakan muara dari sebuah sungai. Kami sempat melihat sebuah tiang berjumlah 5 di pinggir pantai, ternyata tiang tersebut merupakan tiang memorial atas meninggalnya 5 orang mahasiswa dari Bandung yang tenggelam di pantai tersebut. 

Sekitar jam 12.00, kami melewati sebuah gerbang berwarna putih di kanan jalan bertuliskan Puncak Guha. Karena penasaran, kami memutuskan untuk mampir. Setelah motor kami melewati jalan setapak di antara kebun jagung, kami terpesona dengan pemandangan yang disuguhkan. Benar-benar pemandangan yang menakjubkan. Setelah memarkir motor langsung saja saya mengeluarkan handphone untuk mengabadikan pemandangan yang luar biasa indah ini. Dari puncak bukit karang ini kami bisa melihat birunya lautan lepas dan garis pantai yang memanjang ke arah timur, meliuk-liuk kemudian hilang di batas horizon. Terlihat juga kapal nelayan di kejauhan. Bukit ini diapit dua buah sungai yang bermuara persis disamping kanan dan kiri bukit. Hijaunya rerumputan menyelimuti permukaan bukit ini, beberapa ekor sapi penduduk terlihat sedang asyik menikmati rerumputan hijau.

Di bukit ini terdapat dua buah saung, di pinggir tebing karang di beri pagar pembatas dari kayu. Sekitar saung rumput-rumput hijau dan tebal terhampar. Di sebelah timur bukit banyak terdapat tanaman lontar dan terdengar suara-suara serangga dari balik tanaman tersebut. Benar-benar suasana yang masih asri. Ada yang menarik di bukit ini, yaitu adanya sebuah lubang besar seperti sumur yang dalam dan dari dalam lubang terdengar kerasnya suara ombak yang menghantam karang. Jadi sepertinya dasar lubang tersebut dindingnya tembus langsung ke arah laut sehingga ombak masuk melalui sebuah lubang yang seperti goa. Pantas saja bukit ini dinamakan Puncak Guha (Guha = Goa,’sunda’). Ada juga sebuah makam yang diberi tiang tinggi seperti yang kami lihat di jalan tadi. Sepertinya orang yang di meninggal tersebut sudah berniat untuk dikuburkan disitu. 

Teriknya matahari luar biasa menyengat, tapi kami masih semangat untuk mengambil foto. Walaupun sebenarnya saya sudah gak tahan dengan panasnya sengatan matahari, tapi keindahan yang tersaji sayang untuk dilewatkan. Sekitar satu jam kami menikmati pemandangan di puncak Guha ini, jam 13.00 perut sudah mulai keroncongan karena dari pagi perut kami hanya di isi mie rebus. Setelah puas mengambil foto dan menikmati pemandangan di atas puncak Guha ini, akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan harapan menemukan sebuah warung makan. 

Motor kami kembali meluncur menyusuri jalanan pantai selatan Jawa Barat. Dengan kondisi jalan dan pemandangan yang masih sama. Banyak juga terdapat penjual bensin eceran di sepanjang jalan. Sampai di daerah Cijayana sempat melihat papan penunjuk arah bertuliskan Pantai Cijayana tapi kami memutuskan untuk tidak singgah di pantai tersebut. Setelah hampir setengah jam perjalanan akhirnya kita sampai di daerah yang lumayan banyak terdapat warung makan di pinggir jalan. Setelah melewati beberapa warung makan, kami berhenti di sebuah warung makan yg berada di kanan jalan dengan pemandangan hamparan sawah dan birunya air laut di kejauhan. Warungnya gak begitu besar tapi tempatnya enak buat istirahat dan makan siang sambil menikmati pemandangan di belakang warung yang asri.

Setelah memarkir motor langsung saja kita masuk karena sudah laper berat. Begitu masuk di meja sudah tersedia ayam, ikan, telur dll. Tanpa pikir panjang langsung ambil piring dan ambil nasi, pesta makan dimulai. Nikmat sekali rasanya walaupun dengan lauk seadanya, makan dengan lahapnya karena dari pagi perut belum kemasukan nasi sama sekali. Setelah perut kenyang, santai sejenak sambil menikmati teh botol dingin tanpa rokok karena saya tidak merokok, temen-temen pada asyik kebal-kebul ngisep rokok. Setelah cukup buat istirahat dan tenaga sudah pulih kembali karena perut sudah full tank perjalanan kami lanjutkan. Saya lupa berapa duit yang saya keluarkan buat membayar makanan yang saya makan tadi ditambah satu teh botol dan sebotol air mineral.

Sekitar jam 13.45, kembali meluncur menuju Santolo. Sampai disebuah desa melihat lagi sebuah gerbang berwarna putih di kanan jalan yang diatasnya tertulis “Selamat Datang di ODTW Pantai Taman Manalusu”. Saya berhenti sejenak terus menanyakan ke temen-temen mau mampir apa tidak. Mereka masih ragu untuk mampir karena takut kalau masuknya bayar karena persedian duit yang dibawa ngepres. Akhirnya mereka mau untuk mampir di tempat ini dan ternyata masuknya gratis. Jalan masuk dari pintu gerbang kecil dan terjal berbatu lumayan gede, sempet ragu apakah motor bisa melewatinya. Dengan pelan dan hati-hati, motor kami bisa melewatinya.

Kami memarkir motor di dekat sebuah saung. Pantainya sepi tak terlihat pengunjung yang lain selain kami. Hanya terlihat beberapa orang yang merupakan penduduk disitu dan beberapa anak kecil yang asyik bermain. Memang rumah mereka hanya beberapa meter dari bibir pantai dan rumahnya menghadap ke pantai. Kondisinya hampir sama dengan Pantai Ranca Buaya, banyak sampah, dau-daun kering, batang dan ranting kayu bertebaran di pinggir pantai dan juga terdapat tumbuhan merambat yang tumbuh disekitar pantai.

Pantainya banyak terdapat batu-batu karang dengan ombak yang lumayan besar dan sepertinya tidak bisa buat berenang, tapi tadi sempet melihat ada tumpukan ban yang disewakan mungkin dibagian tertentu bisa digunakan buat berenang. Pasir pantainya kuning kecoklat-coklatan dan sebagian ada yang bercampur dengan pasir berwarna hitam. Pantainya masih terkesan asri, perlu adanya pembenahan infrastruktur dan fasilitas penunjang lainnya buat menarik pengunjunng. 

Kami hanya sebentar mampir di pantai ini, setelah puas mengambil foto dan istirahat sejenak kami malanjutkan perjalanan karena hari sudah hampir menjelang sore. Sekitar jam 14.15 kami meninggalkan pantai ini dan langsung meluncur menuju Santolo. Kami kembali melewati jalan masuk tadi dengan hati-hati karena jalannya menanjak dan berbatu agak licin. Setelah berhasil mencapai pintu gerbang dengan selamat, motor langsung kami geber menuju Santolo. Kecepatan motor kami tambah karena sudah tidak sabar untuk bisa berenang dan bermain di pantai. 

Sampai di daerah Cikelet, kondisi jalan datar-datar saja sudah tidak ada lagi tanjakan dan turunan. Pemandangan masih tetap sama. Sampai di sebuah pertigaan yang besar tiba-tiba jalan yang tadi beraspal berbelok ke kiri sedangkan jalan yang lurus berubah menjadi jalanan pasir dan batu kerikil. Kami bingung mau ambil jalan yang mana, kemudian tanya ke orang yang kebetulan lewat. Kata orang tersebut kalu mau ke Santolo lurus saja lebih cepat dari pada lewat jalan yang ke kiri dengan resiko jalannya pasir dan batu kerikil tanpa aspal.

Untuk menghemat waktu kami ambil jalan yang lurus melewati jalanan pasir batu. Untuk menghindari jatuh terpaksa kami melewati jalanan ini dengan pelan-pelan karena ban motor sering terasa selip. Untuk mencari jalan yang bagus kami terpaksa pindah-pindah jalur dari kiri, tengah dan kanan secara bergantian. Setelah beberapa menit menyusuri jalan ini saya melihat sebuah gerbang berwarna putih lagi di kanan jalan diatasnya bertuliskan “Pantai Gunung Geder”, karena gerbangnya di portal jadinya kami tidak bisa untuk singgah di pantai tersebut. 

Setelah menyusuri jalan pasir batu sekitar 3-4 Km, kami kembali bertemu dengan jalanan yang beraspal di sebuah pertigaan. Kami terus menyusuri jalan ini melewati daerah Cikelet, semangat semakin menggebu karena Santolo tidak lama lagi, motor kami geber semakin cepat. Tak terasa Santolo tinggal beberapa kilometer lagi, pemandangan pantai dengan garis pantai yang melengkung indah dengan pasir kuning sudah terlihat dari jalan membuat semakin tidak sabar untuk segera nyemplung berenang di pantai tersebut. Setelah melewati beberapa rumah penduduk, pemandangan ka arah pantai Santolo semakin jelas. 

Akhirnya sampailah di sebuah pertigaan dengan penunjuk jalan yang jelas, belok kanan Pantai Santolo. Setelah berbelok kami melewati pintu gerbang yang kali ini berwarna biru dan sekali lagi kami gratis memasukinya. Ternyata di kawasan pantai Santolo terdapat sebuah stasiun peluncuran roket milik LAPAN. Sampai di depan pintu gerbang stasiun kita bisa melihat replika roket terpajang didepannya.

Setelah melewati pintu gerbang stasiun, barulah kita benar-benar memasuki kawasan wisata pantai Santolo dengan jajaran warung-warung dan penginapan disepanjang pinggir pantai. Kami memarkir motor di dekat sebuah warung yang pertama dari jajaran warung dan penginapan di sepanjang pinggir pantai. Senang sekali akhirnya bisa sampai di pantai Santolo, benar-benar pantai yang luar biasa indah. Puas rasanya bisa menepati janji saya untuk menginjakkan kaki di pantai ini, setelah perjalanan sebelumnya gagal mencapai santolo……Bersambung.

 






0 komentar:

Most Wanted

Statistics

Ping your blog, website, or RSS feed for Free
Powered By Blogger