First Time to Kuningan (Road to Kuningan)

Sabtu, 16 April 2011

Perjalanan kali ini merupakan perjalanan yang tidak terencana dan tidak terpikirkan oleh saya sebelumnya, karena memang pada waktu itu saya tidak punya rencana sama sekali untuk sekedar jalan-jalan ke suatu tempat.

Lagi enak-enaknya tiduran di kost, hp berdering, ternyata telepon dari bapak saya. Dia meminta saya untuk pergi ke Cirebon. Karena kapal tongkang batubara tempat bapak saya bekerja sedang bersandar di pelabuhan Cirebon, dia memberi tahu juga kalau ibu dan adik saya akan menyusul ke Cirebon nanti sore naik kereta. Tanpa pikir panjang saya menyanggupi dan akan berangkat ke Cirebon esok hari pake motor.

Langsung gerak cepat mencari partner buat perjalanan besok ke Cirebon, soalnya ga enak juga naik motor sendirian, bisa bete di jalan tanpa ada temen ngobrol. Untuk masalah jalur ke Cirebon, ga ada temen yang lebih hafal jalur Bandung-Cirebon selain my bro Nunu, temen kampus yang kemaren saya ajak touring ke Garut. Si anak Kuningan asli yang sudah sering bolak-balik Bandung-Kuningan dan tentu saja sudah sering ke Cirebon.

Setelah saya mengontak dia, ternyata dia memberikan respon positif. Dia bersedia menemani saya ke Cirebon dan kebetulan juga dia ingin pulang lagi ke Kuningan padahal seminggu yang lalu dia sudah pulang. Akhirnya deal buat berangkat pagi hari sehabis subuh. Kemudian saya pikir-pikir, kayaknya seru juga neh jika ngajak satu orang lagi. Langsung saya kontak teman kampus satu lagi, my bro Malik. Si anak perantauan dari Luwuk, Sulteng. Respon positif saya terima lagi, dia bersedia ngikut ke Cirebon.

Karena si Malik ngikut akhirnya rencana saya ubah. Rencana baru yang saya buat yaitu berangkat habis subuh dari kostan saya dengan Nunu dan Malik saya suruh tidur di kost. Kemudian berangkat ke Cirebon melalui Kuningan dan beristirahat dulu di rumah Nunu. Setelah itu, berangkat menuju Cirebon hanya saya dengan Malik.

Start dari Bandung (7 Maret 2009)

Adzan subuh berkumandang dari masjid di belakang kost. Membangunkan saya dari tidur yang hanya beberapa menit, semaleman susah tidur gara-gara si Malik brisik main point blank. Si nunu masih terlelap, sedangkan Malik masih aja asyik main point blank. Perasaan saya udah ga enak karena si Malik ga tidur semaleman, bisa-bisa kejadian waktu di Garut terulang.

Sehabis sholat subuh, tepat jam 05.00 kami berangkat dari kost di daerah Sadang Serang menuju Kuningan. Saya berdua dengan Malik mengendarai Si Badak Biru (Shogun 125R) sedangkan Nunu sendirian menunggangi Si Blacky (Honda Kharisma). Dengan diiringi dinginnya udara pagi Bandung, kami meluncur di jalanan Bandung yang relatif masih sepi pagi itu. Jaket dan baju doble yang saya pake ternyata tidak mampu menahan dari tusukan dinginnya udara Bandung.

Dalam perjalanan dari kost berhenti sejenak di sebuah pom bensin di daerah Ujung Berung, isi bensin full tank. Seperti biasa perjalanan sedikit tersendat di depan pasar tumpah Ujung Berung yang rame. Sampe sekitar daerah Cinunuk saya kehilangan jejak motor Si Nunu. Di daerah Jatinangor, tepatnya di depan kampus IPDN saya putuskan buat berhenti menunggu Nunu yang saya pikir masih dibelakang. Setelah beberap menit menunggu tapi dia ga nongol-nongol juga. Saya telpon ga diangkat-angkat, bikin saya tambah bingung. “Kemana neh anak?”.

Tiba-tiba dia nongol dari arah depan menghampiri saya. “Lah neh bocah dari depan, kapan dia nyalip gw??” (sambil garuk-garuk kepala). Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke arah Sumedang. Selepas kampus IPDN dan Unpad, kondisi jalan berubah yang tadinya lurus menjadi berkelok-kelok dan menanjak. Terlihat beberapa truk terpaksa berjalan merayap menapaki jalanan yang menanjak karena beban muatan mereka yang berat. Karena truk-truk tersebut perjalanan kami agak sedikit terhambat, tapi dengan lincah kami menyalipnya.

Cadas Pangeran

Di saat matahari mulai meninggi dan menampakkan wujudnya, sekitar jam 06.00 kami mulai memasuki daerah Cadas Pangeran. Jalur yang paling terkenal yang menghubungkan Bandung-Cirebon. Tebing-tebing batu cadas yang keras dan tinggi menjulang serasa menyambut kami memasuki wilayah ini. Daerah yang lekat dengan sejarah kelam dalam proses pembuatan jalannya yang memakan ribuan jiwa pekerja.

Jalan ini merupakan Jalan Raya Pos Daendels yang menghubungkan antara Anyer-Panarukan. Pembuatan jalan besar-besaran dengan sistem kerja rodi yang sangat menyengsarakan rakyat Indonesia. Karena memakan ribuan pekerja yang sebagian besar masyarakat Sumedang, sehingga membuat marah penguasa Sumedang yaitu Pangeran Kusumadinata IX atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pangeran Kornel. Terkenal dengan adanya patung yang menggambarkan Pangeran Kornel sedang berjabat tangan dengan Marsekal Daendels menggunakan tangan kiri sebagai sikap perlawanan terhadap kesewenang-wenangan Daendels.

Meskipun diselimuti sejarah kelam dalam pembuatannya tetapi Cadas Pangeran merupakan daerah yang menawarkan pemandangan yang indah. Sehingga tidak akan membuat bosan bila melewati daerah ini. Cocok sekali bila daerah ini dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata. Ternyata dari info yang saya dapat sebagian ruas jalan yang dilebarkan di jalur ini dibuat menggantung di tebing. Dengan jalur yang berkelok-kelok dan sudah dilebarkan, seru sekali melewati daerah ini. Saya bisa mengendarai motor saya dengan gaya ala pembalap, walaupun dengkul ga sampe mencium tanah. Tapi harus hati-hati juga melewati jalur ini, karena rawan sekali longsor.

Dibelokan yang kesekian, akhirnya saya bisa melihat sebuah patung yang terkenal itu tepatnya berada di sebelah kiri jalan kalau kita dari arah Bandung. Berada disudut pertigaan jalan. Sebuah patung yang melambangkan sikap protes terhadap Belanda. Tetapi beberapa hari yang lalu saya pernah membaca sebuah artikel di internet bahwasanya patung tersebut hanyalah sebuah mitos alias masih diragukan keaslian ceritanya. Jalur Cadas Pangeran ini ga terlalu panjang hanya beberapa kilometer saja.

Kota Sumedang

Bentang alam Sumedang mirip dengan Bandung, dikelilingi beberapa bukit dan gunung. Salah satu gunung yang terkenal adalah Gunung Tampomas (1.684 Mdpl), sama dengan nama kapal yang tenggelam di tahun 80’an. Sebelum memasuki Kota Sumedang terlihat hijaunya jajaran perbukitan yang membentengi kota ini. Sekitar jam 06.30, kami memasuki pintu gerbang Kota Sumedang. Kota yang terkenal dengan tahunya, yaitu tahu sumedang. Kota asal penyanyi cantik yang bersuara merdu, Rossa.

Ngomongin Sumedang saya jadi teringat temen saya waktu sekolah SMA, cewek asli Sumedang yang bersekolah sampe di Jawa Timur ngikutin ortunya. Salah satu temen di kelas yang ga bisa bahasa jawa, tapi paling pinter di kelas.

Setelah melewati gerbang selamat datang Kota Sumedang, masih sekitar 1-2 Km untuk sampe pusat kota. Kami memilih untuk lewat tengah kota daripada lewat ringroad. Sampe di pusat kota tepatnya di alun-alun Sumedang, kami berhenti untuk beristirahat di depan masjid agung Sumedang. Mengistirahatkan badan dan motor sejenak dibawah teduhnya sebuah pohon yang tumbuh di area mesjid. Terlihat banyak anak-anak sekolah yang berseliweran menuju sekolah masing-masing, bikin kangen masa-masa sekolah dulu.

Perut sudah mulai protes, pengen diisi makanan. Tapi masih males mau makan. Si nunu bilang makannya ntar saja di rumah dia. Ya udah saya nurut saja, lumayan bisa makan gratis. Si Malik sikap anehnya kumat, pagi-pagi pengen makan rambutan. Gara-gara liat orang jual rambutan, dia jadi pengen beli. Kemudian dia beli seikat rambutan, katanya buat sarapan. Saya dan Nunu cuma bisa geleng-geleng kepala.

Kami cuma berisitrahat sekitar 15 menit’an. Kemudian melanjutkan perjalanan menuju Kuningan. Motor kami geber dengan laju yang santai, sambil menikmati suasana pagi Kota Sumedang yang mulai sibuk beraktifitas. Setelah melewati beberapa perempatan, kami akhirnya sampai di ujung Kota Sumedang ditandai dengan sebuah bunderan. Di sini jalan yang kami lewati bertemu dengan jalan lingkar atau ringroad yang biasa dilewati bus dan truk.

Menuju Kuningan

Perjalanan ke Kuningan dari Sumedang kata Si Nunu masih sekitar 1,5 jam lagi, dengan terlebih dahulu melewati Kota Majalengka. Selepas Sumedang motor kami geber agak cepat. Setelah beberapa menit lepas dari Kota Sumedang ternyata banyak juga yang jualan tahu. Bau wangi tahu yang di goreng menggugah selera saya untuk menikmatinya. Akhirnya saya putuskan untuk berhenti di sebuah rumah makan yang juga menjual tahu sumedang, sekalian bisa istirahat sejenak dan juga dari tadi udah nahan buang air kecil.

Rumah makannya bersih dan lumayan rame, ada bus Damri jurusan Bandung-Kuningan yang lagi beristirahat juga, kata si Nunu bus itu memang kalau beristirahat di rumah makan ini. setelah memarkir motor saya langsung menuju toilet karena sudah tak tertahankan. Toiletnya lumayan bersih dan airnya dingin banget, sehabis dari toilet saya mencuci muka saya di kran tempat berwudhu. Seger sekali rasanya bikin pengen mandi lagi.

Karena tenggorokan kering saya kemudian membeli sebotol teh, ditebus dengan selembar uang 5 rb. Kemudian saya menuju tempat penjualan tahu sumedang, sialnya pas mau beli ternyata ga da tahu yang masih panas. Ya udah lah akhirnya beli tahu yang sudah dr td di goreng tapi masih lumayan anget, ditebus dengan selembar uang 10rb. Lumayan lah buat ganjel perut yang udah keroncongan.

Setelah puas menyantap tahu, perjalanan kami lanjutkan. Tenyata Majalengka masih lumayan jauh. Laju motor kami percepat. Sialnya lagi si Malik udah mulai ngantuk berat, beberapa kali dia ketiduran di motor. Kekhawatiran saya sebelum berangkat benar-benar terjadi, gara-gara Malik ga tidur semalaman. Akhirnya setelah menempuh perjalanan kira-kira 1 jam’an, kami memasuki wilayah Majalengka. Sampe di sebuah perempatan yang rame yang saya tidak tahu nama daerahnya apa, kami belok kanan ke arah Kota Majalengka. Kalau lurus bisa langsung menuju Cirebon.

Selepas pertigaan kami berhenti di sebuah pom bensin, Malik ingin cuci muka yang udah ga tahan dengan kantuknya. Setelah nunggu beberapa menit dia kembali dengan muka dan kepala basah kuyup. Perjalanan kami lanjutkan. Sekitar jam 08.30, kami memasuki Kota Majalengka. Kami tidak berhenti disini karena sudah pengen cepet-cepet nyampe Kuningan. Majalengka hanya kita lewati saja, padahal ingin juga buat mampir menikmati kota ini walaupun hanya sejenak.

Motor terus kami geber menuju Kuningan dengan melalui daerah Sumber. Selepas Majalengka Malik berkali-kali ngeluh sudah ga kuat, beberapa kali juga tertidur di motor sampe hampir jatuh. Setelah sampai di daerah Sumber yang merupakan wilayah Kabupaten Cirebon, Nunu membelokkan motornya ke kanan di sebuah pertigaan. Saya mengikutinya dibelakang. Masuk ke jalan kecil melewati persawahan dan perkampungan, ini merupakan jalur alternative ke Kuningan melewati daerah Mandirancan.

Setelah berbelok-belok melewati jalur di mandirancan, akhirnya jalur ini tembus ke jalur utama Kuningan-Cirebon di daerah dekat Cilimus. Kami belok kanan ke arah Kota Kuningan. Sampe depan pasar Cilimus perjalanan agak tersendat karena rame sekali. Selepas pasar cilimus perjalanan kembali lancar. Sepanjang perjalanan ke arah Kota Kuningan, terlihat dikejauhan gunung tertinggi di Jawa Barat, yaitu Gunung Ciremai (3.078 Mdpl) yang tinggi menjulang yang bisa dibilang menjadi landmark Kabupaten Kuningan.

Kuningan Asri

Sengatan matahari mulai terasa menyengat, jam 09.00 kami memasuki Kota Kuningan melewati gerbang penyambutan kota. Sepanjang jalan sebelum pusat kota banyak toko-toko memajang dan menggantung ember hitam. Saya penasaran dengan ember tersebut, makanan apa gerangan yang di masukin ember tersebut.

Akhirnya sampe juga di pusat Kota Kuningan, sampai di sebuah perempatan yang ada bunderan gede saya mengikuti motor Nunu belok ke kiri. Saya sempet baca petunjuk arah, ke kiri menuju daerah Luragung. Lepas perempatan ternyata jalurnya lurus terus sampe kaluar dari kota. Suasana perkotaan kembali berubah menjadi pedesaan, melewati hamparan sawah. Terlihat juga jejeran perbukitan dikejauhan. Tapi kondisi jalan beraspal mulus.

Setelah menempuh beberapa menit perjalanan dari perempatan tadi, akhirnya kami memasuki Kecamatan Luragung. Sebelum sampe di kota Kecamatan, motor Nunu kembali berbelok ke kanan disebuah pertigaan yang terdapat tugu besar disampingnya. Masuk ke sebuah desa melewati persawahan. Saya dengan setia mengikutinya. Kembali bertemu dengan pertigaan lagi, kali ini ambil jalan ke kanan dan belok kiri masuk ke sebuah gang. Dia langsung berhenti di depan sebuah rumah, ternyata kita sudah sampe di rumahnya Nunu. Rumahnya persis deretan pertama dari gang, dari pertigaan aja rumahnya sudah terlihat.

Sekitar jam 09.30, akhirnya sampe juga di rumah Nunu. Berakhir juga perjalanan ke Kuningan tapi perjalanan saya belum berakhir, karena saya harus melanjutkannya kembali ke Cirebon. Setelah memarkir motor disamping rumah, langsung masuk rumah dan menuju ke kamar Nunu. Langsung saja saya merebahkan badan yang telah letih di tempat tidur dan mata yang telah ngantuk berat terus merayu untuk segera memejamkan mata sejenak. Sampe lupa kalau perut belum diisi makanan, ngantuk ternyata bisa mengalahkan rasa lapar. Untuk pertama kalinya saya bisa menjejakkan kaki dan merasakan nyenyaknya tidur di bumi Kuningan.

*Foto diambil dari hasil pencarian di internet




0 komentar:

Most Wanted

Statistics

Ping your blog, website, or RSS feed for Free
Powered By Blogger