Ngebolang Ke Cibolang Pangalengan

Jumat, 28 Oktober 2011

Setelah saya mengunjungi Kota Kuningan dan Cirebon, kurang lebih 2 bulan lamanya saya tidak melakukan perjalanan ke suatu tempat yang menarik untuk sekedar refreshing dari penatnya jadwal kuliah. Keinginan saya untuk berlibur tetap ada, tapi terbentur dengan teman-teman saya yang tidak bisa ikut serta yang sibuk dengan urusan masing-masing. Rasa penat yang sudah memuncak membuat saya berontak untuk sejenak pergi menepi dari Kota bandung. Ingin hati berlibur sejenak menuju ke daerah selatan Bandung yang terkenal dengan pemandangannya yang mempesona. Pilihan jatuh ke dua tempat, yaitu Pangalengan atau Ciwidey. Setelah menggali info di internet, pilihan akhirnya jatuh ke Pangalengan.

Sehabis pulang kuliah sekitar jam 21.00 malam, sampai di kost saya mencoba telpon si Malik untuk diracuni agar mau diajak ke Pangalengan. Setelah ngobrol kesana-kemari, intinya dia setuju untuk berangkat dan mengajak untuk berangkat pagi. Seperti sudah menjadi kebiasaan, saya paling susah untuk tidak tidur larut malam. Saya baru tidur menjelang jam 02.00 pagi. Pagi-pagi sekitar jam 07.00 sudah dibangunkan temen saya, dia mau pinjem motor buat dipake berangkat kerja. Dengan enaknya saya kasih kunci motor dan langsung tidur lagi, tanpa inget sedikit pun kalo sudah ada rencana buat pergi ke Pangalengan.

Sekitar jam 10.00 pagi, akhirnya terbangun juga dari tidur saya. Rencana semalem untuk berangkat pagi sudah gagal. Jam 12.00, saya mencoba telpon si Malik untuk mendapatkan kepastian. Di telpon Malik marah-marah ternyata dia sudah nunggu kabar dari saya sejak pagi. Akhirnya sepakat berangkat jam 13.00. Setelah selesai telpon, saya baru ingat kalo motor dipinjem sama temen. Untung ada motor temen satu kost yang jarang dipake. Tapi karena motor teman saya ga enak buat perjalanan jauh, saya memutuskan untuk menukarnya dengan motor saya yang lagi dipinjem. Kebetulan kantor tempat temen saya kerja sejalur untuk menuju ke Pangalengan.

Start dari kost (2 Mei 2009)

Selesai menunaikan kewajiban sholat dzuhur, saya bergegas berangkat dari kost saya di daerah Cikutra Barat deket Sadang Serang pake motor pinjeman yaitu Honda Grand Astrea. Tidak lupa isi perut dulu yang dari pagi belum terisi. Tujuan pertama menjemput Malik di kostnya di daerah Cikutra deket kampus Widyatama. Sampai kost Malik dia sudah siap buat berangkat, ga pake lama langsung cabut ke tujuan selanjutnya yaitu kantor teman saya di daerah Soekarno-Hatta deket perempatan Moch.Toha. Jalan Moch.Toha adalah salah satu jalur yang bisa digunakan untuk menuju Pangalengan yang nanti akan melalui Dayeuh Kolot.

Siang itu panas terasa begitu menyengat, sampai kantor temen tanpa berlama-lama saya langsung tukar motor pinjeman dengan motor kesayangan yaitu Shogun 125R. Sekitar jam 13.30, kami langsung tancap gas menuju Pangalengan melalui Jalan Moch.Toha. Selain lewat Moch.Toha untuk menuju Pangalengan dari Kota Bandung bisa melalui Jalan Terusan Buah Batu yang nanti akan bertemu dengan Jalur Moch.Toha di pertigaan pasar Dayeuh Kolot. Bisa juga dari Jalan Terusan Buah Batu sampai di pertigaan pom bensin Bojongsoang ambil arah lurus melalui daerah Baleendah, kalo belok kanan akan melalui Dayeuh Kolot dan bertemu jalur dari Moch.Toha.

Read more...

Curug Sidomba, Kunjungan Diluar Rencana

Kamis, 21 Juli 2011

Hari terakhir saya di Kota Kuningan sesuai rencana sebenarnya hanya akan berkunjung ke Museum Linggarjati. Mengingat waktu kita berangkat sudah kesiangan, kemungkinan hanya akan sempat mengunjungi satu lokasi wisata. Kenyataannya saat saya berada di Museum Linggarjati, hujan juga memberi kontribusi bahwa saya hanya bisa mengunjungi satu lokasi wisata hari ini. Tapi ternyata tuhan berkehendak lain, tuhan masih memberi saya kesempatan untuk bisa menikmati satu lagi suguhan wisata di Kota Kuningan. Menikmati wisata lainnya yang ada di lereng Gunung Ciremai. Kunjungan yang sama sekali tidak direncanakan.

Hujan sudah reda ketika saya meninggalkan Museum Linggarjati. Meninggalkan kenangan yang tidak mungkin saya lupakan. Sebagai pecinta sejarah bisa berkesempatan mengunjungi tempat yang bersejarah bagi Indonesia merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi saya. Sekitar jam 14.20, kami meninggalkan Museum Linggarjati dan berniat langsung pulang ke rumah teman saya. Mumpung hujan sudah reda kami pengen segera pulang sebelum hujan datang lagi.

Selepas meninggalkan Desa Linggarjati, kami kembali melintasi jalan raya Kuningan-Cirebon, menuju ke arah Kota Kuningan. Saat melintas di daerah Kecamatan Jalaksana, hujan tenyata malah tidak turun, jalannya terlihat kering. Disepanjang jalan di daerah ini saya melihat sebuah papan nama kecil berwarna hijau yang ditancapkan ditanah. Saya penasaran dengan papan ini, karena jumlahnya banyak dan ditertancap disepanjang jalan di daerah jalaksana. Setelah saya perhatikan di papan tersebut tertulis dengan jelas Curug Sidomba dengan gambar seekor domba. Wah ada tempat wisata lagi ini, pikir saya. Karena penasaran langsung saja saya menghentikan motor saya di sisi jalan.

Saya kemudian bertanya kepada Nunu tentang tempat wisata ini. Ternyata dia juga tidak tau dan belum pernah ke Curug Sidomba. Katanya tempat wisata ini masih terbilang baru. Untuk mengobati rasa penasaran, saya mengajak Malik dan Nunu untuk mencoba mengunjunginya melihat seperti apa tempatnya yang kelihatanya menarik. Mereka pun setuju dan kami langsung meluncur menuju Curug Sidomba. Sampai di sebuah pertigaan yang rame sesuai petunjuk arah, kami belok kanan. Saya tidak tahu nama desa dipertigaan ini. Begitu belok kanan, kami melewati perumahan penduduk dengan jalan yang lumayan mulus dan sedikit menanjak menuju ke arah lereng Gunung Ciremai.

Sampai di ujung jalan, petunjuk arah menghilang kami bingung belok kanan atau kiri. Berhenti sebentar untuk bertanya ke seorang bapak yang lagi menjemur sesuatu dipinggir jalan. Setelah bertanya, jalur yang benar menuju curug tenyata yang belok ke kanan. Kata si bapak juga masih sekitar 1 Km lagi menuju curug. Kami langsung bersemangat memacu motor menuju curug. Jalan menuju curug sedikit berbelo-belok melewati perumahan penduduk, sawah dan kebun. Setelah berjalan kurang lebih 2 Km, kami sampai juga di pintu gerbang Curug Sidomba. Ternyata lebih jauh dari yang bapak tadi bilang.

Read more...

Museum Linggarjati, Saksi Sejarah Kedaulatan Indonesia

Selasa, 19 Juli 2011

Masih ada satu hari lagi yang bisa saya nikmati di Kota Kuningan. Kesempatan yang tidak mungkin akan saya sia-siakan hanya untuk berdiam diri di rumah teman saya. Masih banyak suguhan wisata di kota ini yang siap untuk dinikmati. Bersiap menerima kedatangan saya dan menjamu saya dengan keindahannya. Walaupun ga semuanya bisa saya kunjungi, setidaknya mengunjungi satu atau dua tempat wisata sudah cukup untuk menambah kenangan di kota ini. Menambah koleksi foto di harddisk komputer, untuk dikenang di lain waktu.

Sesuai rencana yang telah kami sepakati sebelumnya, kami akan berkunjung ke Museum Linggarjati. Sebuah museum yang awalnya merupakan sebuah rumah keluarga yang dijadikan sebagai tempat perundingan antara Indonesia-Belanda. Museum Linggarjati merupakan salah satu tujuan wisata terkenal di Kuningan, suatu tempat yang menjadi saksi penting dalam perjalanan sejarah Indonesia. Suatu tempat yang selalu tercantum di buku sejarah saya dari SD hingga SMA. Sebagai pecinta sejarah, saya tidak akan melewatkan kesempatan bisa mengunjungi salah satu tempat yang bersejarah ini.

Dari rencana awal berangkat pagi sekitar jam 10.00, ternyata harus molor sampe siang hari abis sholat dzuhur. Seperti biasa, kebiasaan begadang dan bangun tidur menjelang siang susah dihilangkan. Jam di dinding kamar hampir menunjukkan pukul 10.00, kami malah baru bangun tidur. Setelah selesai makan siang dan sholat dzuhur, kami berangkat menuju Linggarjati di daerah Cilimus. Ternyata langit sepertinya kurang bersahabat, terlihat mendung mulai menghitam. Tapi tak menyurutkan niat kami untuk tetap pergi mengunjunginya.

Desa Linggarjati

Linggarjati adalah sebuah desa yang terletak dilereng Gunung Ciremai, desa ini berada di wilayah Blok Wage, Dusun Tiga, Kampung Cipaku, kecamatan Cilimus, Kuningan. Di desa inilah tempat berlangsungnya perundingan yang bersejarah antara Indonesia dan Belanda, yaitu perundingan Linggarjati. Sebuah tempat yang menjadi bagian penting dalam usaha Indonesia menjadi negara yang berdaulat setelah berhasil menjadi negara yang merdeka. Tempat berlangsungnya perundingan tersebut kini dilestarikan sebagai Museum Linggarjati.

Linggarjati merupakan desa dengan hawa yang sejuk, karena terletak pada ketinggian sekitar 400 meter dari permukaan air laut. Akses menuju desa ini sangat mudah sekali, baik dari arah Kuningan maupun Cirebon, bisa dijangkau dengan kendaraan pribadi maupun umum. Jarak tempuh untuk menuju lokasi ini tidak terlalu jauh, dari Kota Cirebon sekitar 25 Km sedangkan dari arah Kota Kuningan sekitar 17 Km.

Kami memasuki desa linggarjati sekitar jam 12.10, hawa sejuk langsung kami rasakan. Dari jalan raya Kuningan-Cirebon kami belok kiri, terlihat jelas papan petunjuk arahnya menuju museum. Begitu belok disambut hijaunya persawahan penduduk dikiri-kanan jalan menuju museum dengan keadaan jalan sedikit menanjak. Pada waktu itu kondisi jalan masuk ke lokasi museum tidak terlalu mulus, di beberapa bagian terdapat lobang. Mungkin sekarang jalannya sudah beraspal mulus, saya berharap demikian. Setelah menempuh jarak kurang lebih 5 Km, kami sampai di depan Museum Linggarjati.

Read more...

Menikmati Air Panas Sangkanurip di Malam Hari

Selasa, 14 Juni 2011

Kuningan, sebuah kota yang hanya sekitar 30 menit perjalanan darat dari Kota Cirebon atau ± 3 jam dari Kota Bandung ke arah utara melewati Kota Sumedang. Perjalanan saya di Kuningan terasa belum puas jika tidak menikmati suguhan wisata yang ditawarkan kota ini. Ada beberapa tujuan wisata yang bisa dinikmati di kota ini salah satunya adalah pemandian air panas Sangkanurip. Saya hanya sempat mengunjungi tiga tempat wisata selama saya berada di Kuningan dan yang pertama akan saya ceritakan adalah Sangkanurip. Cerita ini melanjutkan catper saya sebelumnya yaitu First Time to Cirebon (Semalam di Cirebon).

Setelah menginjakkan kaki kembali di Kuningan tepatnya di rumah teman saya Nunu, ternyata orangnya ga ada dirumah, kelayapan entah kemana. Terpaksa menunggu di dalam kamar sesuai perintah ibunya sampai ketiduran hingga sore hari. Sekitar jam 5 sore dia baru datang dan langsung membangunkan saya dan Malik. Dia ternyata sempet sms pake hp temennya dan bilang akan pulang sekitar jam 5, tapi karena tidur dengan pulasnya maka dering nada sms tidak terdengar oleh kuping saya. Handphone punya dia ternyata emang ga aktif karena kehabisan batere saat nonton road race.

Mata masih terasa berat waktu Nunu membangunkan saya, tapi karena hari menjelang magrib saya putuskan untuk tidak melanjutkan tidur karena kata orang tua ga baik tidur sore menjelang magrib. Untuk menghilangkan rasa kantuk yang masih tersisa kami ngobrol-ngobrol ditemani pisang goreng di piring yang masih tersisa beberpa biji sampai adzan magrib berkumandang. Dari obrolan ini, kami sepakat untuk menikmati malam di pemandian air panas Sangkanurip. Merasakan hangatnya berendam air panas untuk melemaskan otot-otot yang kaku. Habis sholat isya adalah waktu yang kami pilih untuk berangkat kesana.

Berangkaaattt…!!!

Setelah selesai makan malam, kami bersiap berangkat menuju Sangkanurip dengan membawa dua buah tas. Berisi baju, celana, cd dan handuk tidak lupa kantong plastik buat baju dan celana yang basah. Karena bertiga akhirnya Nunu mengajak satu orang temennya, biar dia ga sendirian naik motor. Sekitar jam 19.30, kami meluncur menuju Sangkanurip dengan keadaan belum mandi, toh disana ntar juga mandi. Dinginnya angin malam lumayan terasa. Dengan laju motor yang santai, kami menyusuri jalanan sambil menikmati suasana pedesaan Kuningan di malam hari.

Dalam beberapa menit kami sudah melintasi kota Kuningan, mungkin karena bukan malam minggu jadi suasananya ga terlalu rame. Motor kami terus melaju menuju kecamatan Cilimus. Dingin semakin menusuk karena Cilimus memang tepat berada di lereng Gunung Ciremai. Setelah sampai disebuah pertigaan dengan gerbang yang bertuliskan Sangkanurip, kami membelokkan motor kami ke kanan. Lokasi pemandiannya tidak terlalu jauh dari gerbang masuk tadi, dengan melewati beberapa hotel.

Read more...

First Time to Cirebon (Semalam di Cirebon)

Jumat, 03 Juni 2011

Tak terasa hari semakin siang dan adzan sholat dzuhur segera berkumandang, kami bertiga masih terlelap dalam nikmatnya tidur. Saya terbangun, ternyata sudah sekitar dua jam saya terlelap tidur, rasanya seperti baru beberapa menit yang lalu. Mata serasa masih pengen melanjutkan, tapi mengingat masih harus melanjutkan perjalanan ke Cirebon maka saya bergegas untuk mandi biar rasa ngantuk yang masih merayu pergi menjauh.

Keluar dari kamar mandi ternyata Nunu sudah bangun, sedang si Malik masih tidur dengan nikmatnya. Badan terasa segar kembali setelah mandi, tinggal perut aja yang perlu diisi. Sepertinya ibunya Nunu sudah menyiapkan makanan buat kami bertiga, ditandai dengan terciumnya aroma lezat masakan. Karena hari sudah semakin siang, saya dengan sedikit paksaan membangunkan Malik dan menyuruhnya segera mandi.

Setelah menunaikan kewajiban sholat dzuhur, kami bertiga siap tempur menuju meja makan. Nasi dan lauk-pauk sudah tersaji di atasnya, ada sayur, ikan, ayam goreng, tempe dll. Komplit pokoknya ga beda jauh ama warteg. Langsung saja kami sikat tanpa ragu-ragu, maklum saja dari pagi belum makan. Satu piring nasi porsi sopir truk, habis kami sikat dalam sekejap. Mumpung gratis.

Perut sudah terisi penuh, rasanya nikmat banget bisa menyantap makanan enak plus gratis. Selesai makan kami menuju kamar lagi, saya dan Malik bersiap-siap packing barang ke dalam tas. Sesuai rencana saya, Nunu tidak ikut ke Cirebon. Dia hanya akan mengantar sampai Kota Kuningan saja. Setelah beres packing, kami siap berangkat manuju Cirebon. Tidak lupa berpamitan dulu dengan ortu si Nunu.

Start dari Kuningan (Road to Cirebon)

Sekitar jam 13.00, kami start dari rumah Nunu di daerah Mekarwangi, Kec.Lebakwangi menuju Cirebon dengan terlebih dulu melewati Kota Kuningan. Kali ini Nunu membawa kami melalui jalur yang berbeda menuju Kota Kuningan. Tampaknya langit mulai menampakkan warna hitam, pertanda akan turun hujan. Kami agak mampercepat laju motor.

Melalui jalur ini pemandangan di dominasi persawahan yang menguning, menandakan sebentar lagi musim panen tiba. Sedangkan di kiri jalan, di kejauhan nampak deretan hijau perbukitan. Beberapa kali melewati perkampungan yang asri. Kondisi jalan beraspal mulus, terkadang ada sebagian jalan yang rusak.

Setelah beberapa menit perjalanan, kami akhirnya memasuki Kota Kuningan. Nunu mengisyaratkan mau mengisi bensin dulu di sebuah spbu. Saya menunggu di seberang jalan. Angin mulai bertiup agak kencang, hujan tidak akan lama lagi pasti turun. Ternyata dugaan saya benar, saat sampai di daerah dekat masjid agung Kuningan hujan turun dengan derasnya. Terpaksa kami berteduh dulu di depan pertokoan. Kami berteduh tepat di depan sebuah atm yang ada dideretan pertokoan.

Read more...

First Time to Kuningan (Road to Kuningan)

Sabtu, 16 April 2011

Perjalanan kali ini merupakan perjalanan yang tidak terencana dan tidak terpikirkan oleh saya sebelumnya, karena memang pada waktu itu saya tidak punya rencana sama sekali untuk sekedar jalan-jalan ke suatu tempat.

Lagi enak-enaknya tiduran di kost, hp berdering, ternyata telepon dari bapak saya. Dia meminta saya untuk pergi ke Cirebon. Karena kapal tongkang batubara tempat bapak saya bekerja sedang bersandar di pelabuhan Cirebon, dia memberi tahu juga kalau ibu dan adik saya akan menyusul ke Cirebon nanti sore naik kereta. Tanpa pikir panjang saya menyanggupi dan akan berangkat ke Cirebon esok hari pake motor.

Langsung gerak cepat mencari partner buat perjalanan besok ke Cirebon, soalnya ga enak juga naik motor sendirian, bisa bete di jalan tanpa ada temen ngobrol. Untuk masalah jalur ke Cirebon, ga ada temen yang lebih hafal jalur Bandung-Cirebon selain my bro Nunu, temen kampus yang kemaren saya ajak touring ke Garut. Si anak Kuningan asli yang sudah sering bolak-balik Bandung-Kuningan dan tentu saja sudah sering ke Cirebon.

Setelah saya mengontak dia, ternyata dia memberikan respon positif. Dia bersedia menemani saya ke Cirebon dan kebetulan juga dia ingin pulang lagi ke Kuningan padahal seminggu yang lalu dia sudah pulang. Akhirnya deal buat berangkat pagi hari sehabis subuh. Kemudian saya pikir-pikir, kayaknya seru juga neh jika ngajak satu orang lagi. Langsung saya kontak teman kampus satu lagi, my bro Malik. Si anak perantauan dari Luwuk, Sulteng. Respon positif saya terima lagi, dia bersedia ngikut ke Cirebon.

Karena si Malik ngikut akhirnya rencana saya ubah. Rencana baru yang saya buat yaitu berangkat habis subuh dari kostan saya dengan Nunu dan Malik saya suruh tidur di kost. Kemudian berangkat ke Cirebon melalui Kuningan dan beristirahat dulu di rumah Nunu. Setelah itu, berangkat menuju Cirebon hanya saya dengan Malik.

Start dari Bandung (7 Maret 2009)

Adzan subuh berkumandang dari masjid di belakang kost. Membangunkan saya dari tidur yang hanya beberapa menit, semaleman susah tidur gara-gara si Malik brisik main point blank. Si nunu masih terlelap, sedangkan Malik masih aja asyik main point blank. Perasaan saya udah ga enak karena si Malik ga tidur semaleman, bisa-bisa kejadian waktu di Garut terulang.

Sehabis sholat subuh, tepat jam 05.00 kami berangkat dari kost di daerah Sadang Serang menuju Kuningan. Saya berdua dengan Malik mengendarai Si Badak Biru (Shogun 125R) sedangkan Nunu sendirian menunggangi Si Blacky (Honda Kharisma). Dengan diiringi dinginnya udara pagi Bandung, kami meluncur di jalanan Bandung yang relatif masih sepi pagi itu. Jaket dan baju doble yang saya pake ternyata tidak mampu menahan dari tusukan dinginnya udara Bandung.

Dalam perjalanan dari kost berhenti sejenak di sebuah pom bensin di daerah Ujung Berung, isi bensin full tank. Seperti biasa perjalanan sedikit tersendat di depan pasar tumpah Ujung Berung yang rame. Sampe sekitar daerah Cinunuk saya kehilangan jejak motor Si Nunu. Di daerah Jatinangor, tepatnya di depan kampus IPDN saya putuskan buat berhenti menunggu Nunu yang saya pikir masih dibelakang. Setelah beberap menit menunggu tapi dia ga nongol-nongol juga. Saya telpon ga diangkat-angkat, bikin saya tambah bingung. “Kemana neh anak?”.

Read more...

Pantai Selatan Garut part III (Santolo, Sahyang Heulang & Back to Bandung)

Kamis, 03 Maret 2011

Bersama semilir angin sore dan anggunnya deburan ombak, saya menginjakkan kaki di pasir Pantai Santolo yang lembut. Sore itu suasana pantai begitu tenang dan sepi, suasana seperti itulah yang saya harapkan. Garis pantai yang melengkung elok dengan hamparan pasir putih kecoklatan yang indah, mempesona mata saya. Deburan ombak yang mengalun tenang serasa menggoda saya untuk bergumul dengannya. 

Letak Pantai Santolo tepatnya berada di Kecamatan Cikelet, Garut Selatan sebelah barat kota Kecamatan Pameungpeuk. Banyak orang yang menganggap kalau Santolo berada di Kecamatan Pameungpeuk, padahal sebenarnya pantai ini masuk dalam wilayah Kecamatan Cikelet. Kalau tidak percaya, buka saja website pemerintah Garut. Nama Santolo, sebenarnya adalah nama sebuah pulau kecil di sisi sebelah timur dari pantai ini yang di pisahkan oleh aliran sebuah sungai. Ditandai dengan adanya batu karang besar yang teronggok sendirian di bibir pantai sebelah timur yang bisa kita lihat dengan jelas. Muara sungai ini lah yang di gunakan para nelayan setempat sebagai pintu keluar masuk menuju dermaga maupun menuju lautan luas. Kita bisa menyebrang ke Pulau Santolo dengan menggunakan jasa perahu nelayan. Bagi yang jago berenang bisa juga dengan berenang menyebrangi muara sungai ini. 

Bisa dibilang Pantai Santolo merupakan pantai yang paling rame atau sering dikunjungi daripada pantai-pantai lainnya di Garut. Sehingga fasilitas disini lebih lengkap, dari penginapan, rumah makan sea food dan toko cinderamata ada di pantai ini. Tapi jangan berharap dapat menemukan penginapan yang mewah sekelas hotel disini.  Kisaran harga untuk penginapan cukup murah meriah antara 50rb sampai 100rb per malam, dengan bangunan yang bisa dibilang sederhana. Untuk rombongan, tersedia juga bungalow dengan kisaran harga antara 200rb sampai 300rb per malam. Saya sarankan untuk mencari penginapan yang persis di pinggi pantai, sehingga dalam tidur kita bisa menikmati alunan suara deburan ombak mengiringi kita menuju alam mimpi. 

Read more...

Most Wanted

Statistics

Ping your blog, website, or RSS feed for Free
Powered By Blogger